18 Agu 2018

Sarkam Sowan Kiai

“Kanjeng Nabi itu adalah orang yang senantiasa basam (tersenyum) dan berseri-seri, bukan tertawa-tawa. Bahkan yang tersenyum dan berseri-seri bukan hanya wajahnya, tetapi seluruh anggota tubuhnya. Sehingga orang yang sumpek, melihat Kanjeng Nabi dari jauh saja langsung hilang sumpeknya. Berbeda dengan ketika ketika memandang orang yang wajahnya selalu merengut dan mbesengut macam po…litikus.. Kita yang asalnya tidak sumpek, memandangnya malah bisa jadi sumpek

Kiai itu, yang karena kecintaannya kepada Nabi dan kedekatannya dengan Gusti mempunyai aura yang diwarisi dari Nabi,
yang kemudian ia disebut “waratsatul anbiyaa”.
Kiai dijuluki seperti itu buka karena kepinterannya, tapi karena akhlak yang diwarisi dari Nabi. Sehingga pancaran aura yang muncul dari Nabi itu juga bisa muncul pada Kiai..”, dawuh Simbah kepada Sarkam…

***

Pagi itu Sarkam yang beberapa bulan kemerungsung hatinya karena terlilit hutang sowan ke Kiai dengan maksud ingin curhat serta minta doa dan berkah supaya hutang-hutangnya segera bisa dilunasi.

Alih-alih ketika ia sudah sudah ke Kiai, ia malah jadi malu dan ndak berani mengutarakan isi hatinya yang sedang didera kesumpekan. Ia lupa dengan kesumpekannya dengan tiba-tiba… Ia pun tak jadi mengutarakan maksud hatinya dan pamit pulang sambil berniat dalam hatinya sebisa mungkin berusaha melunasi hutang-hutangnya.

Dua bulan berselang Sarkam sowan lagi ke Kiai, ”Yai, panjenengan masih ingat saya yang sowan kemarin?”.

”Iya, ada apa, Kang?”.

”Kemarin itu sebenarnya saya mau mencurhatkan kesumpekan saya yang lagi dililit hutang-hutang, tapi saya malu… Tapi alhamdulillah sekarang semua hutang saya sudah lunas”.

”Alhamdulillah…. Kamu dulu ndak jadi curhat, Kang…”, timpal Kiai dengan enteng.

Sarkam ndlahom, ”Lho kok gitu, Yai…kenapa?”.

”Emang cuma sampean aja yang punya hutang, lha saya sendiri aja juga punya banyak hutang kok….. Ayo sekarang sampean yang doakan saya…!”

“……….?”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar