29 Sep 2011

Isyarah Seorang Kiai


Sebagai Lurah di Pondok Induk Tambakberas, Umar termasuk santri yang taat dan teguh terhadap amanah Kiai. Baginya mengingkari dawuh Kiai, walau hanya berupa gerundelan dalam hati adalah merupakan syu’ul adab yang bisa berakibat pada terkikisnya manfa’at dan barokah ilmu.
“Itu merupakan otoritas Kiai…” gumam Kang Umar saat harus tunduk terhadap kebijakan Kiai. Gumam yang sekaligus upayanya  mencari jawab atas pertanyaannya sendiri.  “Seorang guru bertindak memutuskan sesuatu lebih karena berdasar pada ketajaman isyaroh yang beliau peroleh dari kedekatannya dengan Gusti, yang tak jarang itu berada di luar wilayah kemampuan murid untuk menafsirkannya, kecuali orang-orang tertentu. Dan lebih aman bagi kita adalah mendahulukan khusnudzon kepada Kiai...” , lanjut Umar di hadapan para sejawatnya yang lebih junior.

*** 
Beberapa bulan terakhir Umar cukup dibuat pusing dan geram oleh ulah seorang seseorang yang sudah sangat membuat kelabakan para pengurus pondok. Ia juga banyak menerima pengaduan dari para santri tentang hal-hal yang mengganggu stabilitas ketertiban pondok.
Selidik punya selidik, setelah melakukan investigasi secara mendalam serta tak ketinggalan memasang beberapa jebakan, akhirnya terkuaklah misteri menghebohkan itu.  Tersebutlah santri  Bejo sebagai terdakwa tunggal. Setelah dilakukan proses persidangan akhirnya diputuskanlah ta’zir bagi Bejo. Ia dikenai sanksi gundul dan membersihkan kamar mandi serta WC pondok.
Beberapa minggu kemudian Kang Umar menerima pengaduan serupa. Tertangkap pelakunya sebagai orang yang sama. Dita’zir lagi. Dan berulang lagi. Hal ini berulang sampai berkali-kali. Hingga akhirnya diputuskan oleh para pengurus untuk menyowankan Bejo kepada Mbah Yai Fattah. Dengan putusan yang sudah jelas, didrop out dari pondok.
Saat disowankan ke Kiai, di luar dugaan Umar, “Wis, Kang. Ora usah ditokno. Kongkon manggon nang kamar tamu omahku wae, ben aku engko gampang ngawasine. (sudah, Kang. Ndak usah dikeluarkan. Suruh tinggal di kamar tamu rumahku saja, biar saya mudah mengawasinya)”. Tak satu pun dari para pengurus yang mengantarkan sowan berani mengajukan protes atas kebijakan Kiai.
Seiring berjalannya waktu, kejadian menghebohkan itu berangsur terlupakan. Hingga Umar dan Bejo sama-sama telah menjadi alumni. Saat keduanya bertemu dalam satu kesempatan, Umar terheran,  entah karena memang sudah nasib atau kebetulan, atau karena ketekunan munajat Mbah Yai, Bejo kini menjadi seorang Kiai di sebuah daerah Jawa Tengah, sebuah pondok yang ia teruskan amanatnya dari sang mushoharoh.


*******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar