8 Mei 2010

Seminar Godheg

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 23.00 lebih, dalam sebuah ruangan yang menyerupai sebuah aula itu, yang terletak di pojok antara deretan bangunan asrama santri, nampak Kang Sarkam, Dul Kamdi, Durakim, Kalimi, Mat Pithi, dan teman-temannnya yang berjumlah sekitar lima belas dua puluh orang terlihat  masih asik memperbincangkan sesuatu yang nampaknya seru. Terdengar mereka saling berdebat dengan seru mengutarakan argument masing-masing. Membuka lembar-lembar kitab yang bertumpuk yang bertumpuk dimeja untuk mengumpulkan ta’bir (dalil).

Alih-alih ternyata mereka mengadakan halaqoh (seminar), membahas tentang hukum godhek (geleng-geleng) ketika berdzikir. Siang sebelumnya, Dulkamdi menerima pertanyaan dari seseorang tentang hukum godhek ketika berdzikir, dan dia tak bisa menjawab, karena ia belum mengetahui satu hadits pun yang berkaitan tentang itu. Malamnya mereka mengadakan seminar yang khusus membahas tentang godhek manthuk-mantuhk ketika berdzikir. Tapi, sampai sekian lama, tak satu pun hadits mau pun ta’bir yang bisa mereka jadikan dalil.


Ketika suasana malam dalam ruangan itu terasa semakin gerah, tiba-tiba dari arah pintu muncul Abah Yai sambil berjalan santai menghampiri mereka. Tentu saja seeketika mereka diam secara serentak menyambut kedatangan Abah Yai. Ketika dekat, sambil tersenyum Abah Yai bertanya; “Ono opo iki, Rek, ketok’ane kok seru temen?”

“Seminar, Yai”, jawab Kang Sarkam cepat dengan agak tergagap

“Seminar opo?”, lanjut Abah Yai

“Seminar godhek…..”, secara serentak hampir seluruh peserta yang ada di ruangan itu menjawab.

“Lha seminar kok ora kopine, lak marai gampang ngantuk engko…”, sahut Abah Yai. Dengan cepat Mat Pithi, yang oleh teman-temannya biasa dijadikan sebagai sie konsumsi, langsung menyelinap ke belakang. Sejurus kemudian ia sudah datang sambil membawa kopi panas di atas nampan dan dengan hati-hati langsung dihaturkan ke Abah Yai.

Tanpa menunggu sesaat lebih lama lagi, Abah Yai menuangkan kopi di atas cangkir, lalu ngunjuk (minum) kopi itu sambil membaca BISMILLAH. Seusai ngunjuk kopi tersebut Abah Yai dengan agak terpejam sambil godhek-ghodek bergumam lirih, “ALHAMDULILAH…….”, kemudian sambil beliau bangkit dari tempat duduknya, Beliau berkata, “Yo wis, tutukno seminare, aku pamit ndisik.”

“Enggeh, Yai….”, jawab mereka secara serempak

Sepeninggal Abah Yai, seluruh peserta yang hadir di ruangan itu terdiam, seakan mereka menangkap satu maksud yang sama dari kehadiran Abah Yai yang tiba-tiba itu. Keheningan itu lalu dipecahkan oleh suara Kang Sarkam; “Lah lapo awak’e dewe ngoyo-ngoyo nggolek’i dalil, iku maeng lak dalile. Mergo saking nikmate terus godhek-godhek…… (Lah ngapain kita susah-susah nyari dalilnya, la itu tadi kan dalilnya. Karena saking nikmatnya, terus geleng-geleng)!”. Tanpa dikomando, seluruh hadirin di situ langsung melepas tawa secara bersamaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar